Klungkung, 23 Juni 2025 — Tenun tradisional Bali kembali menarik perhatian dunia. Sebuah kolaborasi riset internasional bertajuk “Weaving Cultural Tourism’s Future: Enhancing Digital Capacity for Women Weavers” mempertemukan dua institusi unggulan: Griffith University, universitas negeri terkemuka di Australia yang menduduki peringkat ke-4 dunia versi Times Higher Education Impact Rankings 2025, dan Politeknik Pariwisata Bali, kampus pariwisata peringkat pertama di Indonesia dalam bidang kepariwisataan versi SINTA.
Project ini didukung oleh Australia-Indonesia Institute (AII) 2025 Grant dari Department of Foreign Affairs and Trade (Australia), dan berfokus pada pemberdayaan wanita melalui pendekatan pariwisata budaya yang edukatif, berkelanjutan, dan berbasis digital. Kegiatan stakeholders meeting pada Senin, 23 Juni 2025 di Wyndham Taman Sari Jivva, Klungkung menjadi langkah awal penting dalam agenda transformasi ini. Diskusi berlangsung dinamis dengan masukan dari pelaku usaha tenun, koperasi, pelaku industri pariwisata, dan perwakilan pemerintah (Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung dan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Klungkung).
Selama ini, pariwisata Klungkung identik dengan Nusa Penida, sementara wilayah daratannya kerap terabaikan. Padahal, potensi budaya seperti tenun endek dan songket justru bisa menjadi unique selling point serta penggerak baru bagi pariwisata Klungkung. Tenun bukan sekadar produk budaya, melainkan bisa diolah menjadi pengalaman wisata yang otentik dan memiliki nilai tambah. Stakeholders meeting ini menyoroti pentingnya rantai pasok antara penenun dan industri pariwisata, serta perlunya inovasi produk tenun agar lebih ringan dan mudah dibawa, sehingga bisa dikembangkan sebagai souvenir khas Bali.
Diskusi dibuka oleh I Gusti Agung Gede Witarsana, Wakil Direktur I Politeknik Pariwisata Bali. Dalam sambutannya, ia menekankan urgensi regenerasi penenun dan pentingnya inovasi agar produk tenun terus bertahan dan relevan dengan kebutuhan wisatawan masa kini. Tenun memiliki potensi besar untuk masuk dalam narasi wisata budaya nasional, dan penting bagi pemerintah daerah untuk memperkuat ekosistem usaha kecil dan menengah tenun.
Stakeholders meeting dipandu oleh Elaine Chiao Ling Yang dari Griffith University sebagai peneliti utama dan Putu Diah Sastri Pitanatri dari Politeknik Pariwisata Bali. Diskusi yang berlangsung menunjukkan antusiasme besar untuk mempromosikan kegiatan menenun sebagai bagian dari wisata edukatif dan pelestarian budaya. Stakeholder menyatakan pentingnya mengembangkan model wisata edukatif berbasis komunitas yang selaras dengan nilai-nilai lokal.
Seluruh rangkaian kegiatan ini akan dilanjutkan dengan pelatihan, pendampingan ekosistem penenun wanita, co-design paket wisata tenun, serta penyusunan rekomendasi kebijakan. Semua inisiatif ini diarahkan untuk memastikan bahwa tenun endek dan songket khas Klungkung memiliki value tak tergantikan—bukan hanya sebagai komoditas, tetapi sebagai living culture dan mampu bersaing ditingkat global.